Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan (www.usu.com). Pewarna sintetik ditemukan oleh William Henry Perkin pada tahun 1856. Sejak itu, berbagai jenis pewarna sintetik berhasil disintesis (www.wikipedia.com). Pada tahun 1876 Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun dari hidrokarbon tak jenuh,Chromogen, Auxocrome dan zat aditif (migration, levelling, wetting agent, dsb)
Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan derivatifnya (benzene, toluene, xilena, naftalena, antrasena, dsb.), Fenol dan derivatifnya (fenol, orto/meta/para kresol, dsb.), senyawa (fenol, orto/meta/para kresol, dsb.), senyawa mengandung nitrogen (piridina, kinolina, korbazolum, dsb).
Chromogen adalah senyawa aromatik yang berisi Chromopores ( Yunani :chroma “warna”; phoros, “mengemban ”) yaitu gugus tak jenuh yang dapat menjalani transisi p®p dan n ® p (teori eksitasi transisi elektron). Khromofor merupakan zat pemberi warna yang berasal daari radikal kimia, seperti ; Kelompok nitroso : -NO, Kelompok nitro : -NO2, Kelompok azo : -N=N, Kelompok ethyline : >C=C<, Kelompok carbonyl : >C=O, Kelompok carbon – nitrogen : >C=NH dan –CH=N-, Kelompok belerang : >C=S dan ->C-S-S-C<. Macam – macam zat warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut dengan senyawa kimia lain. Sebagai contoh kuning jeruk (orange) diperoleh dari radikal ethylene yang bergabung dengan senyawa lain membentuk Hydrokarbon dimethyl fulvene. Auxochrome, (Yunani ; auxanein, “meningkatkan”) yaitu gugus yang tidak dapat menjalani transisi p ® pte ta p i dapat menjalani transisi elektron n. Auksokrom merupakan gugus yang dapat meningkatkan daya kerja khromofor sehingga optimal dalam pengikatan. Auksokrom terdiri dari golongan kation yaitu –NH2, -NH Me, – N Me2 seperti -NMe2Cl-, golongan anion yaitu SO3H-, -OH, -COOH, seperti –O-; -SO3-, dsb. Auxochrome juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan: -COOH atau –SO3H. dapat juga berupa kelompok pembentuk garam: – NH2 atau –OH. Kebanyakan zat organik berwarna adalah hibrida resonansi dari dua struktur atau lebih. Penggolongan zar warna dapat dikatagorikan bermacam – macam menurut parameter yang dijadikan rujukan, sebagai contoh penggolongan zat warna berdasarkan cara diperolehnya, yaitu: Sebagai contoh penggolongan zat warna berdasarkan cara diperolehnya, yaitu: 1. Zat warna alam Zat warna yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, misalnya; Nila (indigo) : warna biru, kulit batang jeruk : warna kuning, ketapang : warna coklat kehitaman, dan sebagainya. Zat warna dari binatang, misalnya; lendir kerang : warna merah, caro : merah tua, dan sebagainya. Zat warna dari mineral, misalnya; Fe : warna coklat, Mn : warna merah, Cr : warna hitam, dan sebagainya. 2. Zat warna buatan Suatu zat warna yang dibuat oleh manusia, baik semi sintetik maupun full sintetik, misalnya zat warna asam, basa, direct, naftol, dan sebagainya. Selain itu zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan sintetik, Van Croft membaginya berdasarkan pemakainnya, misalnya : 1. Zat warna subtantif yaitu Warna yang langsung dapat mewarnai serat. 2.Zat warna reaktif yaitu warna yang memerlukan obat bantu pokok supaya dapat mewarnai serat. Hennek membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya yaitu : 1. Zat warna monogenetik, apabila memberikan hanya satu warna. 2. Zat warna Poligenetik, apabila memberikan beberapa jenis warna Tetapi penggolongan yang umum adalah berdasarkan konstitusinya yaitu “Color Index” atau berdasarkan bentuk kimia zat warna. Penggolongan lain yang penting pula terutama bagi pencelupan adalah pembagian menurut cara pemakaiannya. Zat warna juga diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam. Zat warna yang diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam sering disebut dengan pigment(tahun 1935 mulai dikenal pigmen yang mempunyai kromofor). Beberapa contoh warna pigment yang berasal dari senyawa anorganik dan mineral alam adalah sebagai berikut : • Warna putih : Titanium dioksida, Seng oksida, Seng sulfit, Timbal sulfide. • Warna merah : Besi oksida, Kadmium merah, Timbal merah, Toners & lak. • Warna hitam : Graphite, Carbon black, Lengas : Graphite, Carbon black, Lengas lampu, Magnetite black. • Warna biru : Ultramine, Cobalt biru, Besi biru, Tembaga Pthalocyanine. • Warna kuning : Seng kromat, Ferit kuning, Kadmium liyhopone, Ocher. • Warna metalik : Aluminium, Debu seng, Serbuk Tembaga. Sedangkan pigmen dari senyawa organik misalnya ftalosianina, monoazo, diazo, antrakuinon, tioindigo, dan sebagainya.
BAHAN PEWARNA SINTETIK
Bahan pewarna makanan terdiri dari dua jenis yaitu yang alami dan sintetik berikut disamping hanya yang sintetik saja. Bahan pewarna sintetik yang telah dihasilkan para ahli kimia berasal dari Coal Tar, yang jumlahnya ratusan. Pewarna sintetik yang juga disebut pewarna buatan, banyak disenangi oleh industri pangan maupun non pangan (tekstil, kulit dan kertas).
Zat Aditif Pewarna Makanan
Zat aditif makanan di definisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Disini zat aditif makanan sudah termasuk : pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, pengumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal.
Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia, maupun sifat bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia, maupun sifat metabolismenya seperti karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia.
Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, penggunaan zat pewarna untuk makanan (baik yang diizinkan maupun dilarang) diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 235/MenKes/Per/VI/79 dan direvisi melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/VI/88 mengenai bahan tambahan makanan. Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: Klorofil (terdapat pada daun-daun berwarna hijau), Karotenoid (terdapat pada wortel dan sayuran lain berwarna oranye-merah). Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh.
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :
• Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
• Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
• Warna biru : biru berlian
Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan.
Bahan perwarna dapat membahayakan kesehatan bila pewarna buatan ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan, atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Perlu diperhatikan bahwa pada saat ini banyak pengusaha nakal yang menggunakan zat-zat pewarna berbahaya yaitu zat pewarna bukan untuk makanan (non food grade). Misalnya, pemakaian zat pewarna tekstil atau kulit. Selain itu, terjadi juga penggunaan bahan pewarna buatan dengan dosis tidak tepat. Hal- hal tersebutlah yang dapat membahayakan kesehatan tubuh.
Cara menghindari penggunaan zat warna buatan dalam produk makanan :
1. Setiap kali membeli produk makanan, baca jenis dan jumlah pewarna yang digunakan dalam produk tersebut.
2. Perhatikan label pada setiap kemasan produk. Pastikan di label itu tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang tertulis: “POM dan Nomor izin pendaftaran”. Atau jika produk tersebut hasil industri rumah tangga maka harus ada nomor pendaftarannya yang tertulis : “ P-IRT dan nomor izin pendaftaran”.
3. Untuk produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya pilih makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok, karena kemungkinan warna tersebut berasal dari bahan pewarna bukan makanan (non food grade) seperti pewarna tekstil.
Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan (Syah et al. 2005) :
1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.
2. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan.
3. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.
4. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.
5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.
Uji bahan pewarna makanan :
Test yang harus dijalankan meliputi pengujian kimia, biokimia toksikalogi dan analisis terhadap media tersebut. Bila lolos uji zat pewarna tersebut baru dapat digunakan penggunaannya dalam makanan. Zat pewarna kemudian disebut Permitted Color atau Certified Color atau Food Grade Colouring Agent.
Proses pembuatan zat warna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat dan asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh logam berat seperti arsen, atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir harus melalui suatu senyawa antara dulu, yang kadang-kadang berbahaya. Sering kali dalam proses reaksi tersebut terbentuk senyawa baru yang berbahaya yang lebih tertinggal sebagai residu dalam bahan pewarna tersebut.
Setelah lolos berbagai uji dan tes tersebut, zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan logam arsen tidak boleh lebih dari 0,00014% dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001% sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.
Di Perdagangan Internasional, informasi detail mengenai zat warna Food Grade dapat dilihat pada dokumen Codex Alimentarius Commission (kunjungi situs CAC : http://www.codexalimemtarius.net) dan di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diijinkan dan dilarang dalam makanan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 235 Menkes/Per/VI/79 dan yang telah direvisi melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 722 Menkes/Per/IXI/80 mengenai Bahan Tambahan Makanan (www.scribd.com)
0 comments:
Posting Komentar