A. BATUBARA
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
B. SIFAT FISIS BATUBARA
Sifat – sifat fisis batu bara :
1. FSI ( Free Swelling Index )
Tes ini dilakukan untuk menentukan angka peleburan dengan cara memanaskan sejumlah sampel pada temperatur peleburan normal (kira-kira 800°C). Setelah pemanasan atau sampai semua semua volatile dikelurkan, sejumlah coke tersisa dari peleburan. Swelling number dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel dan kecepatan pemanasan.Sifat Caking dan Coking, Kedua sifat tersebut ditunjukan oleh nilai muai bebas (free swelling index) dan harga dilatasi, yang terutama memberikan gambaran sifat fisik pelunakan batubara pada pemanasannya.
Sampel batubara dimasukkan ke dalam cawan khusus dan dipanaskan di dalam furnace. Kokas diamati profilnya dengan cara membandingkan bentuk kokas dengan bentuk profil kokas standar yang mempunyai nilai dari angka 1 sampai 9. Gambar di bawah ini menunjukkan furnace yang digunakan dalam analisis FSI dan kokas yang terbentuk setelah proses pemanasan. Warna merah di dalam furnace terlihat karena tingginya temperatur di dalam furnace; dapat merasakan panas radiasinya bahkan dari jarak 3 meter.
2. HGI ( Hardgrove Grindability Index )
Hardgrove Grindability Index Bulk Density ( tingkat ketergerusan ) adalah salah satu sifat fisik dari batubara yang menyatakan kemudahan batubara untuk di pulverise sampai ukuran 200 mesh atau 75 micron. HGI dapat dijadikan pembanding untuk batubara yang satu dengan lainnya mengenai kemudahannya untuk dimilling. Nilai HGI dari suatu batubara, ditentukan oleh organik batubara seperti jenis maceral dan lain-lain. Secara umum semakin tinggi peringkat batubara, maka semakin rendah HGI nya. Namun hal ini tidak terjadi pada bituminous yang memiliki sifat cooking. Dimana untuk jenis batubara ini HGInya tinggi sekali, bahkan bisa mencapai lebih dari 100. Nilai HGI juga dapat dipengaruhi oleh dilusi abu dari penambangan. Secara umum penambahan abu dilusi dapat menaikan nilai HGI. Nilai HGI juga dapat dipengaruhi oleh kandungan moisture.
3. Size stability
Size stability adalah kemampuan untuk bertahan dengan penurunan ukuran saat mengatasi kecenderungan untuk terpecah-pecah. Salah satu ukuran dari kekuatan batubara adalah kemampuannya untuk menahan degradasi ukuran penanganan.
Ukuran batubara berpengaruh terhadap banyaknya perolehan tar, char, gas dan air di dalam proses pirolisis yaitu makin kecil ukuran partikel cenderung menghasilkan produk tar, char, gas yang lebih besar. Perbedaan perolehan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan ratio luas permukaan dengan volume dimana untuk partikel dengan ukuran lebih kecil mempunyai ratio yang lebih besar sehingga permukaan untuk menerima transfer panas menjadi lebih luas. Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir kasar. Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3mm, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50mm.
4. Spesific Heat
Specific heat (kalor jenis) adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg batubara sebesar 1oC. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0C (dalam SI).
5. Bulk densitty
Bulk density adalah massa dari kumpulan partikel batubara yang terdapat dalam suatu wadah dibagi dengan volume dari wadah tersebut. Bulk density dipengaruhi oleh true density, ukuran partikel dan distribusi ukuran, bentuk partikel, surface moisture, dan tingkat kepadatannya. Semakin besar nilai bulk density maka nilai densitas energy juga naik, hal ini dibarengi dengan meningkatnya jumlah fixed karbon. Nilai fixed karbon yang besar mengindikasikan bahwa kualitas batubara itu baik.
C. PENGERTIAN GASIFIKASI BATUBARA
Proses gasifikasi batubara adalah salah satu pengolahan batu bara yang bertujuan untuk mengkonversi secara termo-kimia bahan batubara padat menjadi bahan gas, sehingga mudah terbakar. Proses gasifikasi pada dasarnya merupakan proses pirolisa pada suhu sekitar 150 – 900 °C, diikuti oleh proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu 900 – 1400 °C, serta proses reduksi pada suhu 600 – 900 °C. Baik proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam reaktor gasifikasi terjadi dengan menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi batubara berlangsung dalam keadaan kekurangan oksigen. Dengan kata lain, gasifikasi batubara boleh dipahami sebagai reaksi oksidasi parsial batubara menghasilkan campuran gas yang masih dapat dioksidasi lebih lanjut (bersifat bahan bakar). Gasifikasi batubara merupakan proses yang dapat digunakan untuk menghasilkan gas sintetis (syn-gas) dari bahan bakar padat. Dengan pemanasan dalam gasifier, bahan baku batubara akan terurai menjadi gas hidrogen, methana, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen, polutan dan abu. Komponen syn-gas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi adalah hidrogen, methan dan karbon monoksida.
Pada proses gasifikasi terjadi banyak reaksi yang terjadi secara bertingkat. Jika disederhanakan, secara netto reaksi gasifikasi dengan oksidator udara atau oksigen dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut.
Hasil yang diperoleh dari gasifikasi batubara merupakan campuran beberapa macam gas. Komponen utama bahan bakar dalam gas batubara adalah H2 dan CO. Kandungan CO dalam gas batubara 15 – 30 %, sedang H2 antara 10 – 20 %. Komponen CnHmOk pada persamaan di atas berupa fraksi uap campuran dari berbagai macam senyawa organik yang disebut dengan nama umum tar.
Gas hasil proses gasifikasi dinamakan producer gas.. Sedang alat atau ruang yang digunakan untuk menggasifikasi batubara dinamakan gasifier atau reaktor gasifikasi atau generator gas.
Proses yang terjadi di gasifier terdiri dari oksidasi, reduksi, pirolisis, dan pengeringan. Reaksi yang terjadi di gasifier adalah proses termokimia yang komplek, yang dapat digambarkan pada reaksi di bawah ini :
Panas reaksi dari (a), (b), (c), (d), dan (e) didapat pada kondisi 250C dan 1 atm. Di antara reaksi di atas, (c) dan (g) adalah tipe dari reaksi gasifikasi yaitu jumlah CO dan H2 dengan persentase terbesar dari gas produser pada pembakaran. Reaksi (d) juga penting karena reaksi antara methane dan oksigen dapat menghasilkan panas. Diketahui dari daftar reaksi diatas, beberapa reaksinya merupakan endotermis.
D. REAKTOR GASIFIKASI BATU BARA
Terdapat 3 jenis penggas (gasifier) yang banyak digunakan untuk gasifikasi batubara, yaitu tipe fixed bed atau moving bed (lapisan bergerak), fluidized bed (lapisan mengambang), dan entrained flow (aliran semburan).
1. Fix bed/Moving Bed (lapisan bergerak)
Untuk model moving bed, batubara yang digasifikasi adalah yang berukuran agak besar, sekitar beberapa sentimeter (lump coal). Batubara dimasukkan dari bagian atas, sedangkan oksidan berupa oksigen dan uap air dihembuskan dari bagian bawah alat. Mekanisme ini akan menyebabkan batubara turun pelan – pelan selama proses, sehingga waktu tinggal (residence time) batubara adalah lama yaitu sekitar 1 jam, serta menghasilkan produk sisa berupa abu. Karena penggas model ini beroperasi pada suhu relatif rendah yaitu maksimal sekitar 6000C, maka batubara yang akan digasifikasi harus memiliki suhu leleh abu (ash fusion temperature) yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar abu tidak meleleh yang akhirnya mengumpul di bagian bawah alat sehingga dapat menyumbat bagian tersebut. Disamping produk utama yaitu gas hidrogen dan karbon monoksida, gasifikasi pada suhu relatif rendah ini akan meningkatkan persentase gas metana pada produk gas. Karena gas metana ini dapat meningkatkan nilai kalor gas sintetik yang dihasilkan, maka penggas moving bed sesuai untuk produksi SNG (Synthetic Natural Gas) maupun gas kota (town gas).Contoh alat tipe ini adalah penggas Lurgi, yang digunakan oleh Sasol di Afrika Selatan untuk produksi BBM sintetis dan Dakota Gasification di AS untuk produksi SNG.
2. fluidized bed (lapisan mengambang)
Pada tipe fluidized bed, batubara yang digasifikasi ukurannya lebih kecil dibandingkan pada moving bed, yaitu beberapa milimeter sampai maksimal 10 mm saja. Tipikal penggas ini memasukkan bahan bakarnya dari samping (side feeding) dan oksidan dari bagian bawah. Oksidan disini selain sebagai reaktan pada proses, juga berfungsi sebagai media lapisan mengambang dari batubara yang digasifikasi. Dengan kondisi penggunaan oksidan yang demikian maka salah satu fungsi tidak akan dapat maksimal karena harus melengkapi fungsi lainnya, atau bersifat komplementer. Hal ini mengakibatkan tingkat konversi karbon pada tipe ini maksimal hanya sekitar 97% saja, tidak setinggi pada tipe moving bed dan entrained flow yang dapat mencapai 99% atau lebih. [Higman, van der Burgt, 2003]. Karena penggas ini beroperasi pada suhu sekitar 600~10000C, maka batubara yang akan diproses harus memiliki temperatur melunak abu (softening temperature) di atas suhu operasional tersebut. Hal ini bertujuan agar abu yang dihasilkan selama proses tidak meleleh, yang dapat mengakibatkan terganggunya kondisi lapisan mengambang. Dengan suhu operasi yang relatif rendah, penggas ini banyak digunakan untuk memproses batubara peringkat rendah seperti lignit atau peat yang memiliki sifat lebih reaktif dibanding jenis batubara yang lain. Pengembangan lebih lanjut teknologi penggas jenis ini sangat diharapkan untuk dapat mengakomodasi secara lebih luas penggunaan batubara peringkat rendah, biomassa, dan limbah seperti MSW (Municipal Solid Waste). Contoh alat model ini adalah penggas Winkler yang merupakan pionir penggas fluidized bed, penggas HTW (High Temperature Winkler), dan KBR (Kellog Brown Root) Transport Gasifier.
3. Entrained flow (aliran semburan).
Untuk tipe entrained flow, penggas ini sekarang mendominasi proyek – proyek gasifikasi baik yang berbahan bakar batubara maupun minyak residu. Pada alat ini, batubara yang akan diproses dihancurkan dulu sampai berukuran 100 mikron atau kurang. Batubara serbuk ini disemburkan ke penggas bersama dengan aliran oksidan, dapat berupa oksigen, udara, atau uap air. Proses gasifikasi berlangsung pada suhu antara 1200~18000C, dengan waktu tinggal batubara kurang dari 1 detik. Dengan suhu operasi sedemikian tinggi, pada dasarnya tidak ada batasan jenis batubara yang akan digunakan karena abunya akan meleleh membentuk material seperti gelas (glassy slag) yang bersifat inert. Meski demikian, batubara sub-bituminus sampai dengan antrasit lebih disukai untuk penggas jenis ini. Lignit atau brown coal pada prinsipnya dapat digasifikasi, hanya saja kurang ekonomis karena kandungan airnya yang tinggi yang menyebabkan konsumsi energi yang besar. Meskipun abu akan meleleh membentuk slag, tapi batubara berkadar abu tinggi sebaiknya dihindari pula karena dapat mengganggu kesetimbangan panas akibat proses pelelehan abu dalam jumlah banyak. Batubara dengan suhu leleh abu tinggi biasanya dicampur dengan kapur (limestone) untuk menurunkan suhu lelehnya sehingga suhu pada penggas pun dapat ditekan. Gasifikasi suhu tinggi pada penggas ini menyebabkan kandungan metana dalam gas sintetik sangat sedikit, sehingga gas sintetik berkualitas tinggi dapat diperoleh.
Terdapat beberapa tipe penggas entrained flow berdasarkan kondisi dan cara mengumpan bahan bakarnya. Penggas Koppers-Totzek yang merupakan pionir jenis ini mengumpan batubara serbuk dalam kondisi kering dari bagian bawah, atau disebut dry up. Gas sintetik akan keluar dari bagian atas alat. Tipe dry up ini juga dijumpai pada penggas Shell dan Mitsubishi (CCP). Untuk arah umpan dari bawah, selain terdapat bahan bakar dalam kondisi kering, terdapat pula bahan bakar dalam kondisi basah atau disebut slurry up. Tipikal jenis ini adalah penggas E-Gas dari Conoco Phillips. Selain slurry up, terdapat pula metode slurry down, yang dijumpai pada penggas Chevron – Texaco. Secara umum, bahan bakar berupa batubara kering mengkonsumsi energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan dalam keadaan basah (slurry) sehingga lebih menguntungkan.
Ada dua jenis reaktor yang umum digunakan pada konsep proses Gasifikasi batu bara, yakni fixed-bed dan fluidized bed. Reaktor tipe fluidized bed biasanya berukuran besar dan menghasilkan daya dalam besaran MW. Sedang tipe fixed-bed digunakan untuk memperoleh daya kecil dengan kisaran kW sampai beberapa MW.
Pada kebanyakan tipe reaktor fixed-bed sebenarnya terjadi aliran secara lambat batubara dalam reaktor secara gravitasi. Itulah sebabnya tipe ini juga disebut sebagai moving-bed. Pada tipe moving-bed, batubara akan mengalir ke bawah secara lambat dalam reaktor berbentuk tabung, seiring dengan laju pembakaran yang terjadi pada bagian bawah tumpukan tersebut. Pada tipe tersebut selama proses gasifikasi, front nyala api terjadi di bagian bawah reaktor, sehingga nama lengkap untuk tipe ini adalah moving-bed fixed-flame. Reaktor moving bed cocok untuk batubara yang mudah bergerak ke bawah oleh gaya gravitasi misalnya serpih / cebis kayu (wood chips), kayu potong kecil, tongkol jagung, tempurung kelapa, dan sebagainya. Tipe reaktor moving bed yang saat ini beroperasi terdiri dari 2 macam yaitu down-draft (co-current) dan up-draft (counter-current).
Karena kandungan tarnya tinggi, reaktor tipe up-draft cocok untuk memasok gas untuk tungku dan tidak cocok untuk memasok bahan bakar untuk motor bakar dalam. Untuk memperoleh bahan bakar bagi motor bakar dalam, reaktor yang cocok adalah tipe down-draft, karena kandungan tarnya rendah sehingga lebih mudah dan murah untuk membersihkannya. Pada Gambar 1 ditunjukkan skema reaktor gasifikasi up-draft dan down-draft.
Selain itu juga terdapat tipe reaktor yang batubara di dalamnya tidak mengalir. Pada tipe ini selama proses, nyala api bergerak dari bagian bawah reaktor menuju bagian atas. Oleh sebab itu tipe ini disebut sebagai tipe batch, karena tidak bisa dilakukan penambahan bahan bakar selama proses, atau disebut juga fixed-bed moving-flame. Pada dasarnya reaktor jenis moving flame dirancang untuk batubara yang sulit mengalir yaitu sekam padi. Tipe ini jumlahnya tidak banyak, namun penelitian oleh Baozhao dan Yicheng (1994) menunjukkan bahwa tipe ini bekerja dengan baik. Reaktor tipe down-draft tersebut digunakan untuk menjalankan motor stasioner.
E. KEUNGGULAN TEKNOLOGI GASIFIKASI BATU BARA
• Dapat menghemat biaya pemakaian bahan bakar (dibanding solar) sekitar 70-80%
• Pengembalian investasi sangat singkat (pemakaian 16 jam/hari) sekitar 3-4 bulan.
• Mudah dalam pengoperasian dan tidak menimbulkan resiko / bahaya
• Tidak berbau dan ramah lingkungan
F. PEMANFAATAN GAS BATU BARA
Gas batubara dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sebagai bahan bakar, gas batubara mempunyai pemanfaatan yang cukup luas, antara lain untuk memasak, menggerakkan turbin gas, menggerakkan motor bakar dalam, sebagai bahan bakar pada ketel uap, serta untuk penerangan. Pada saat ini, pemanfaatan utama gas batubara adalah untuk menjalankan motor stasioner pembangkit listrik. Dengan sedikit modifikasi, motor bensin biasa dapat dijalankan dengan bahan bakar gas batubara.
Jika gasnya dibakar untuk menghasilkan panas, sistem gasifikasi memiliki kelebihan dibanding pembakaran batubara secara langsung. Karena berbentuk gas, pembakaran gas batubara jauh lebih mudah dikontrol dibanding pembakaran batubara secara langsung, sehingga hal tersebut menguntungkan dari segi konservasi energi serta penekanan polusi udara.
Polutan dan abu sisa gasifikasi diserap oleh gas cleaning dan cooling subsystem yang terdiri dari cyclone untuk memfilter partikel padat yang terbawa gas dan wet scrubber untuk memfilter polutan dan partikel padat yang masih terbawa gas. Gas cooling subsystem digunakan untuk mendinginkan gas sintetis untuk meningkatkan density gas. Gas sintetis yang dihasilkan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pembakaran/pemanasan (heating/drying) maupun dapat juga digunakan sebagai bahan bakar pembangkit berbahan bakar gas atau bias juga pembangkit berbahan bakar diesel yang dimodifikasi. Penggunaan gas cleaning dan cooling subsystem akan membuat gas terbakar sempurna sedemikian rupa sehingga yang tersisa hanya gas karbon dioksida.
Batubara kualitas rendah sampai sekarang ini harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar minyak atau gas. Keuntungan gasifikasi antara lain: lebih bersih, karena pembakaran lebih sempurna sehingga emisi polutan lebih rendah. Selain itu lebih mudah pengaturan laju pembakaranny
Namun ada beberapa kerugian yaitu, peralatan lebih rumit dan lebih mahal dibanding pembakaran langsung serta memerlukan ketrampilan yang lebih tinggi. Selain itu juga memerlukan persiapan bahan (perlu dicacah menjadi serpih kecil).
Hasil gas dari proses gasifikasi dapat dimanfaatkan untuk beberapa proses salah satunya, system pambangkit listrik. Teknologi dari gasifikasi batubara dan tenaga pembangkitan adalah teknologi yang berkembang dan diwujudkan dalam peralatan yang canggih sejak teknologi tersebut menjadi proyek yang yang penting untuk dikembangkan pada sumber energy, gasifier batubara menggunakan proses fixed bed atau fluid bed yang telah digunkan pada berbagai skala. Pada umumnya, ada 3 cara untuk menghasilkan tenaga listrik dengan gas pruduser seperti turbin uap, turbin gas, dan mesin diesel.
Aplikasi gas batubara sebagai Sumber panas atauy bahan bakar dalam unit mesin :
1. BOILER, untuk menghasilkan air panas/uap pada industri perhotelan,pembangkit listrik,tekstil,kimia dll
2. OVEN, untuk proses pengeringan dalam industri makanan, plastik, kendaraan, kimia dll
3. FURNACE, untuk proses pembakaran dalam industri keramik, heat tratment, incinerator dll
4. SMELTER, untuk proses pembakaran dalam industri aspal, timah, pengecoran logam / alumunium dll
5. DRYER, untuk proses pengeringan hasil pertanian/perkebunan, produk2 makanan, kimia, tambang, dll
6. KILN, untuk proses pembakaran dalam industri semen, incinerator dll
7. GENSET, penggerak engine untuk memutar generator
G. PUSTAKA
Handbook of coal analysis, James G. Speight,2005,Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey
www.imambudiraharjo.wordpress.com/2009/03/05/mengenal-batubara/
www.imambudiraharjo.wordpress.com/2009/03/06/gasifikasi-batubara/
www.webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:Q_qHZqioya0J:xa.yimg.com/kq/groups/12971802/63756859/name/BATUBARA2.ppt+parameter+hardgrove+grindability+index&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&lr=lang_id&client=firefox-a
www.wikipedia.org/wiki/Batu_bara
www.tekmira.esdm.go.id/HasilLitbang/?tag=gasifikasi-batubara
cr : mba valent :)
0 comments:
Posting Komentar